Awal keberangkatan dari kota pekanbaru pukul 21.00 Wib. Saya menumpang dengan mobil tranex mandiri tujuan ke Seger "sei geringging" kabupaten pariaman.
Setelah 2,5 jam perjalanan, Saya sampai di pinggir desa harau pukul 01.34 Wib, kamis dini hari. Air mata berlinang, tapi ia tak mau menetes membasahi pipi, karena air mata itu adalah ungkapan kebahagiaan, teringat masa lampau, serasa kisah lama tak akan bisa terulang kembali. Yang saya fikirkan dini hari itu hanyalah "kapankah???, bisa menginjakkan sepatu madrock drivterku di tebing harau yang kata orang adalah surganya para pemanjat". tebing harau yang dijuluki seribu jalur memiliki kenangan bersama mahasiswa pecinta alam dari berbagai daerah. Beberapa teman dari mapala telah kuperkenalkan tentang keindahan tebing harau, mulai dari jalur grade rendah, sampai ke jalur grade paling tinggi menurut versi pemanjat senior di sumatera barat.
Tapi kini saya hanya bisa memperkenalkan tebing harau melalui media elektronik, jejaring sosial dengan meng-entrikan beberapa karakter yang ada di toucscrren android ini.
Dan 1 jam setelah melewati desa harau tersebut, bus tranex mandiri yang saya tumpangi kembali mengingatkanku, akan terjalnya tebing, yang dipenuhi dengan crack-crack tipis, yang membuat ujung-ujung jari merintih kesakitan yaitunya tebing baso.
Tebing baso adalah tebing alam pertama yang pernah ku kenal.
Yang memperkenalkan ku tetang tebing adalah senior di MPA Jamarsingsia STAIN bukittinggi.
Dari sinilah awal mulai menyukai olahraga extream panjat tebing.
Yang memperkenalkan ku tetang tebing adalah senior di MPA Jamarsingsia STAIN bukittinggi.
Dari sinilah awal mulai menyukai olahraga extream panjat tebing.
Bersambung . . .
Hee...
Hee...
